Selasa, 15 November 2011

Science Without Religion is Lame, Religion Without Science is Blind


"Science without religion is lame, religion without science is blind.” 
(Ilmu Tanpa Agama adalah Lumpuh, Agama Tanpa Ilmu adalah Buta). 

Inilah yang Albert Einstein tulis dalam suratnya kepada filsuf Eric Gutkind, sebagai responnya setelah menerima buku “Choose Life: The Biblical Call to Revolt”. Surat itu ditulis pada 3 Januari 1954, di Jerman, dan menjelaskan keyakinan pribadi Einstein tentang agama dan orang-orang Yahudi.

Einstein memang Atheist, sekalipun dia tidak terlalu suka disebut sebagai seorang Atheist. Religion bagi scientist menurut Einstein adalah  keyakinannya untuk bergelut dalam hidupnya mencari pengertian dan  kebenaran  dari fenomena yang ada di alam ini.  Kekaguman yang luar biasa terhadap harmoni alam dan hukum alam, liberated himself from his selfish desire and cling to their superpersonal value.  Ini semua adalah religious feeling dari seorang scientist. Dia juga menyebutnya sebagai cosmic religion.  Dalam religion ini no dogmas, no Personal God, no Church.

Dia mengatakan bahwa Ilmu akan menerangkan fakta dan menerangkan hubungan antar fakta. Tetapi yang mengarahkan ‘timbulnya keinginan mengungkap fakta’  adalah di luar bidang science , dan ini yang ia sebut religion. 

Sekalipun konsep keyakinan antara kita dan Einstein berbeda, tak ada salahnya kita memikirkan kalimat beliau dengan pemikiran dan keyakinan yang kita miliki. 

Albert Einstein pernah menyanggah teori ketidakpastian kreasi Heisenberg tahun 1926 (yang pada masa tsb diterima sebagai hukum dasar alam) dengan perkataan "Tuhan menciptakan alam ini tidak sedang bermain dadu", tapi jauh sebelum Einstein menyanggah dan sebelum Heinsenberg meyakini hukum dasar alam versi-nya, Al-Qur'an telah mengabadikannya terlebih dahulu dalam Q.S Adh-Dhukhaan, 4: 38-39;  
“Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dengan bermain-main. Kami tidak menciptakan keduanya melainkan dengan haq, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.”

Kemudian jika kita merenungkan kalimat “Science without religion is lame, religion without science is blind.” lalu mensingkronkannya kembali dengan keadaan di sekitar kita. Lihatlah apa yang kita dapati?

Seringkali kita melihat berita di televisi ataupun media lainnya yang memberitakan pejabat A diperiksa karena dicurigai melakukan korupsi, Politisi B yang masuk ruang penyidik karena money politik, dsb. Bukankah mereka orang-orang pintar? bukankah mereka termasuk orang pilihan yang mendapat kepercayaan dari para pemilihnya (rakyat) sebagai wali amanah mereka? 

Contoh kecil lainnya, adalah orang" yang memiliki kemampuan di bidang komputer dan internet, tapi mereka mencari nafkah dengan cara" zholim. Merenggut hak orang lain dengan melakukan Cyber Crime. Padahal mereka adalah orang" pintar yang diharapkan mampu menjadi tulang punggung bangsa ini dalam usaha" mencerdaskan anak bangsa di bidang komputer dan teknologi. Apa yang salah? sementara nurani mereka sendiri tidak membenarkan apa yang mereka lakukan (Cyber Crime Activism)

"Ilmu Tanpa Agama adalah Lumpuh, Agama Tanpa Ilmu adalah Buta"

Sungguh ilmu itu adalah Amanah yang dititipkan oleh Tuhan kepada makhluk-Nya.. dan ketika Amanah atas pengetahuan yang kita miliki dicederai oleh ulah kita sendiri, saat itu pula kalimat “Science without religion is lame, religion without science is blind.” berdengung.. 

Allah swt berfirman, 
“Dan barang siapa yang mengerjakan kebaikan sebesar biji zarah niscaya ia akan menerima pahalanya, dan barangsiapa yang melakukan keburukan sebesar biji zarah niscaya ia akan menerima balasannya.” (Qs. Az-Zalzalah: 7-8)

-end-


EmoticonEmoticon